An article about Indonesia
Indonesia: Kemarin, Hari Ini dan Esok
Oleh : Liza
Wahyuninto, S.Hi
Masa lalu, kata Jose Ortega Y Gasset,
adalah masa lalu bukan karena ia terjadi pada orang lain (pada masa lalu)
tetapi karena ia membentuk bagian-bagian kehidupan kita di masa kini. Kita
tidak bisa mengatakan tidak ada seseuatu apapun kecuali yang hadir pada masa
kini. Karena ada masa lalu yang “aktif” pada masa kini (Ortega Y Gasset,
“Histori as a System” dalam Hans Mayerhoff (ed.), The Philosophy of History in Our Time, 1959).
Tahun ini, genap
sudah 66 tahun bangsa kita merasakan atmosphere kebebasan, yakni bebas dari
imperialis fisik pihak luar. Dijajah dalam kurun waktu 350 tahun jelas banyak
mempengaruhi perjalanan panjang Indonesia menjadi sebuah Negara. Tidak
terkecuali dalam mental berpikir dan membangun bangsa. Melepaskan dari belenggu
pemikiran sebagai bangsa yang dijajah tentunya berat dalam masa-masa awal
kemerdekaan. Menjadilah kemerdekaan semu tanpa diisi apa-apa.
Selanjutnya,
pasca kemerdekaan hingga kini menjadi sebuah pembuktian bahwa Indonesia memang
pantas mendapatkan kemerdekaanya. Kemerdekaan yang diperjuangkan dan bukan
sebagai hadiah dari penjajah atas sumbangsih membangun bangsa mereka dengan merampas
sumber daya alam Indonesia. Hasil kerja nyata ini harus dibuktikan dengan
fakta-fakta bahwa Indonesia bukan sekedar bangsa yang merayap dengan uluran
tangan bangsa lain dan Bank Dunia.
Menatap masa
depan Indonesia setidaknya memaparkan harapan akan kemerdekaan Indonesia
selanjutnya di masa-masa mendatang. Progress besar menjadikan Indonesia bukan
sekedar Negara yang diakui tetapi juga pro-aktif dalam membangun peradaban
dunia.
Potret
lampau
Dahulu ketika pra kemerdekaan Indonesia,
seluruh rakyat bersatu berjuang melawan kolonial beserta “bandit-bandit”
lainnya. Tak akan terbayang bagaimana mereka bersatu. Tak akan terbayang
bagaimana mereka berjuang. Jika mengaca pada saat ini, Indonesisa adalah negara
yang terdiri dari banyak kepulauan mulai dari sabang sampai merauke. Ada
kepulauan Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian jaya.
Keragaman
budaya melemahkan kohesi antar suku dan pulau, hal demikian sangatlah rawan.
Usaha-usaha untuk mencoba menguatkan kohesi beberapa bagian atau seluruh
Nusantara baik melalui penyatuan kekuatan politik seperti kerajaan-kerajaan
atau ormas-ormas yang ada. Di samping penyatuan kekuatan politik, semua agama
yang ada pun bersatu menjunjung perjuangan melawan imperialis denga
pendidikan-pendidikannya. Inilah yang biasa disebut dengan masa nasionalisme
klasik nusantara. Setelah berabad-abad berjuang atas dasar pertimbangan
keagamaan, kepentingan-kepentingan perdagangan dan lain-lain, suatu perjuangan
datang dari aspek pendidikan, pendidikan kolonial Belanda sendiri. Mungkin
suatu akibat yang tak tersengaja, pendidikan muncul dan berkembang serta
berdampak yang jauh lebih besar dari tujuan awal pendidikan itu. Maka lahirlah
bibit-bibit nasionalisme modern berkat kepeloporan Dokter Wahidin Sudirohusodo
dan Dokter Sutomo. Selain itu juga muncul bibit-bibit lainnya seperti, Budi
Utomo dengan gerakan kultur priyayi Jawanya, lahirnya gerakan Sarekat Dagang
Islam (SDI).
Dengan semangat persatuan Bung Karno,
“Samen bundeling van alle krachten van de natie” yang artinya “Pengikatan
bersama seluruh kekuatan bangsa”, ia dapat menyatukan seluruh semangat rakyat.
Saat-saat itu juga terbersit keinginan adanya pengenal untuk pemersatu
kebangsaan yang tengah tumbuh. Maka “Indonesia” yang muncul ke permukaan. Nama
tersebut sudah lama tersimpan dalam khazanah antropologi (James Richardson
Logan 1850) juga organisasi pelajar dan mahasiswa di Negeri Belanda pada waktu
itu, Indonesisch Verbond van Studerenden, juga dalam pidato Bung Karno
“Indonesia Menggugat”. Dalam perjuangan melawan imperialis tak sedikit yang
gugur di medan perang. Mereka rela seluruh jiwa raganya jadi tombak untuk
menancapkan cita-cita rakyat saat itu, “Merdeka”. Akhirnya pada tanggal 17
Agustus 1945, Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini sebagai suatu
“bangsa”, bangsa Indonesia. Bangsa yang sama dengan bangsa-bangsa lainnya. Ia
pun mulai membangun bersama sebuah cita-cita bangsa.
Potret
pasca kemerdekaan sampai kini
Merdeka bukan berarti telah terlepas dari
berbagai masalah. Mungkin penjajahan kolonial atau masalah yang datang dari
pihak luar sudah tak tampak lagi, tapi melihat perjalanan bangsa kita pasca
kemerdekaan tak henti-hentinya dilanda badai kehidupan bangsa.
Enam kali pergantian presiden menjadi
bukti bahwa Indonesia tengah berusaha menjadi Negara demokratis. Pencarian akan
sistem pemerintahan yang kuat terus dilakukan. Orde Lama mengandalkan Bung
Karno dan semangat nasionalismenya yang tinggi, Orde Baru dengan semangat
pembangunannya, Reformasi datang untuk merubah meskipun hasilnya hampir nihil,
sampai datang Kabinet Indonesia Bersatu yang awal mulanya menghadirkan suasana
yang sangat menjanjikan tapi kemudian di masa-masa selanjutnya menjadi sangat
dipertanyakan.
Indonesia masih sedang mencari sistem dan
pemimpin yang tepat untuk menjadi Negara besar. Keharusannya adalah tidak
sekedar menjadikan pemimpin sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas
pembangunan, karena ketika gagal dia pulalah yang menjadi satu-satunya orang
yang akan diminta pertanggungjawabannya.
Harapan
Kemerdekaan
Kemerdekaan adalah harapan seluruh
rakyat. Namun makna dan inti kemerdekaan itu yang sangat penting. “Merdeka”
dulu dan sekarang prospeknya tak sama meski serupa. Jika dulu ketika masa
penjajahan, arti merdeka mungkin bebas dari jajahan colonial dan bandit-bandit
lainnya. Namun, pasca “bebas dari penjajah luar” arti “merdeka” adalah
tercapainya tujuan negara itu sendiri, yakni harapan menjadi good country yang
mencakup good government dan adil dalam kemakmuran serta makmur dalam keadilan.
Introsfeksi dan tekad untuk bangkit
adalah sebjata dan modal utama perubahan. Meski di dunia tak ada yang sempurna,
akan tetapi berusaha untuk mendekati kesempurnaan itu lebih baik. Walau kemarin
adalah sejarah, tapi sejarah merupakan “bagian dari proses” dan cermin untuk ke
depannya. Kekurangan-kekurangan meski tak mengingkari keberhasilan kemarin
adalah pelajaran untuk kita bersama.
Perjalanan panjang kemerdekaan Indonesia
kemarin, kini dan esok adalah sebuah teladan yang tidak boleh dilupakan dan
semangat untuk terus merubah dan berbenah serta untuk menatap gagasan brilian
membangun ke arah yang lebih baik.
Walau dirasa cita-cita negara malah
bertambah jauh dari kenyataan, adanya krisis multidimensional, maka berusaha
pencapaian dan perubahan baik harus selalu dilakukan. Dan mungkin diperlukan
kekuatan besar dan tangguh. Kekuatan-kekuatan tersebut akan terbentuk dengan
adanya peneguhan kembali ikatan batin atau komitmen seluruh warga negara
terhadap cita-cita nasionalnya, disertai rekonstruksi tekad untuk
melaksanakannya. Muaranya satu, negara dengan masyarakat yang sejahtera,
keadilan ditegakkan di atas segalanya dan gagasan yang terangkum dalam
pancasila bukan sekedar cita-cita utopis belaka. Semoga.
0 Responses to " "
Posting Komentar