Siti Lailatul
Hajar*)
“Masa sarjana,
kok tidak bisa menulis”. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh sebagai sindiran pada beberapa
Perguruan Tinggi (PT) yang menolak diberlakukannya surat edaran Ditjen Dikti tentang kewajiban publikasi
artikel di jurnal ilmiah bagi sarjana (S-1, S-2, dan S-3).
Sejak dikeluarkannya suart
edaran tersebut, banyak Mahasiswa yang gelagapan. Karena bagi mereka kuliah
selama ini tidak pernah memiliki tolok ukur bahwa mereka harus bisa
menulis artikel ilmiah, di jurnal ilmiah pula. Terutama bagi Perguruan Tinggi
yang belum memiliki jurnal ilmiah, tentunya ini menjadi tugas rumah tambahan.
Apa yang menjadi impian
Mendikbud sebenarnya mulia, bapak menteri menghendaki Mahasiswa Indonesia dapat
menulis dan kritis terhadap apapun dan itu ditunjukkan melalui karya ilmiah
berupa menulis artikel di jurnal ilmiah. Sayangnya, surat edaran tersebut
terkesan mendadak dan terburu-buru tanpa melakukan konsolidasi lebih lanjut
kepada pihak universitas di seluruh Indonesia.
Namun demikian, setidaknya
dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut dapat meningkatkan daya kritis dan
tentunya budaya baca di kalangan mahasiswa yang mulai meresahkan. Karena selama
ini, mahasiswa di universitas jarang sekali melakukan aktivitas ilmiah
(menulis) jika tidak ada tugas yang diberikan dari dosen. Namun, Mendikbud juga
harus mengkoordinasikan surat edaran ini hingga semua universitas di negeri ini
benar-benar memahami maksud dan tujuan dari dikeluarkannya surat edaran
tersebut.
0 Responses to "SARJANA KOK TIDAK BISA MENULIS?"
Posting Komentar