Bukanlah suatu hal yang mudah memperjuangkan suatu hak. Apa
yang didengung-dengungkn ketika peringatan Hari Kartini telah tiba yaitu
emansipasi wanita. Opini publik mengatakan bahwa emansipasi wanita merupakan
salah satu usaha bagaimana menyetarakan gender. Kaum laki-laki masih dianggap
lebih superior daripada kaum hawa.
Pemahaman ini telah menjadi salah
kaprah dalam masyaakat. Kita telah banyak mengetahui dan melihat pada era
modern ini bahwa banyak wanita yang bekerja tidak pada tempat yang seharusnya,
yaitu dengan melakukan pekerjaan berat. Seperti menjadi tukang ojek, kuli batu,
kernet, dan masih banyak lagi.
Di sini, saya tidak hendak
mendiskriminasikan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lain. Semua pekerjaan
itu baik asalkan tidak melanggar norma masyarakat yang ada. Namun, ketika ada
sebuah pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan wanita menjai sesuatu yang
tidak wajar. Wanita telah dikenal dengan sifat lemah lembutnya, tingka laku
yang sopan dan angggun, serta penyayang. Sifat ini memang telah melekat pada
diri wanita dan menjadi keistimewan tersendiri.
Menilik kembali pada sejarah
mengapa Ibu Kartini mempertahankan eksistensi wanita yaitu bukan semata-mata
untuk menyamakan gender dengan laki-laki. Ibu Kartini merasa pilu dan sedih
melihat nasib wanita yang tidak bisa mengembangkan potensi atau hanya sekadar
belajar mengetahui dunia luar. Ketika wanita mulai menginjak umur 12 tahun,
pada zaman Ibu Kartini, harus dipingit di dalam rumah. Oleh karenanya, ini akan
membatasi wanita untuk mengembangan dirinya.
Melihat kejadian itu, Ibu Kartini
merasa harus merubah keadaan tersebut. Dengan berbekal tenaga dan dukungan dari
suaminya, Ibu Kartini mendirikan sekolah untuk para wanita. Selain itu,banyak
sekali tulisan-tulisan Ibu Kartini mengenai wanita. Namun sayangnya, Ibu
Kartini meninggalkan dunia di usia yng masih belia, 25 tahun. Sungguh menyedihkan.
Bisa dibayangkan, jika kondisi yang
terjadi ada masa Ibu Kartini masih tetap
terjadi di era modern ini, mungkin wanita tidak akan bisa pergi kuliah, sekolah
SMA atau bahkan mencicipi bagku SMP. Tidak akan ada wanita yang bisa duduk di
meja parlemeter, menjadi anggota dewan atau bahkan menjadi seorang presiden.
Memang, tidak seharusnya wanita
hanya diperlakukan dalam tiga tempat –kasur, sumur, dan dapur-, melainkan wanita
juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mengembangkan potensi yang
ada dalam diri. Semoga tulisan ini bisa menggugah kaum peuda, khususnya kaum
pemudi untuk senantiasa mengeksplorasi bakat dan potensi diri.
Selamat Hari Kartini. ingat! Jangan
sia-siakan perjuangan dan pengorbanan Ibu Kartini. Mari berkarya bersama untuk
bangsa kita tercinta, Indonesia.
0 Responses to "Masih Adakah Kartini dalam Benak Wanita Indonesia?"
Posting Komentar