BAGIAN KEDUA
Ada
dua hal yang tidak pernah seorang pun dapat menebak misterinya, bagaimana ia
bisa jatuh cinta dan bagaimana cinta itu ia temukan pada akhirnya. Cinta bisa
tiba-tiba datang dan pergi pun dengan sangat tiba-tiba. Kehadirannya yang
diminta kadang tidak muncul, namun ketika diabaikan ia malah datang
menghampiri. Cinta yang dijaga dengan sekuat hati dalam genggaman kadang
terlepas, namun cinta yang biasa kadang
menjadi luar biasa dan bertahan sampai ajal yang menjadi pemisah.
Cinta
malah semakin tak bisa dilogika saat ia datang menghampiri. Ada seseorang yang
jatuh cinta hanya karena sering mendengar suara orang yang dicintainya. Ada
yang jatuh cinta karena ia pernah melihat seseorang yang dicintainya membuang
sampah atau melakukan sesuatu yang baginya sangat mulia. Ada yang jatuh cinta
karena seringnya bersama. Dan yang terakhir inilah yang sering dialami anak
manusia. Kalau pepatah jawanya mengatakan tresno
jalaran soko kulino.
Entah,
apakah yang kurasakan saat ini juga tergolong ke dalam cinta yang mana. Aku
yakin bahkan pengamat cinta kelas dunia sekalipun, atau Kahlil Gibran sang
pujangga cinta terbesar sepanjang masa tidak dapat menelaah penyakit cinta
apakah yang aku derita saat ini. Aku mabuk oleh sesuatu yang tak terbaca oleh
naluriku.
Aku
mengenalnya satu bulan yang lalu. Termasuk perkenalan yang singkat untuk menuju
jenjang perkenalan lebih dalam. Sebuah perkenalan maya, hanya lewat pesan
singkat melalui handphone. Aku bahkan belum pernah sekalipun berkenalan dengan
seseorang perempuan melalui handphone, apalagi sampai pada perkenalan sedalam
ini.
Dia
adalah adik tingkatku di kampus. Namun, meskipun berada dalam satu kampus, aku
belum pernah sekalipun bertemu dengannya. Bahkan untuk sekedar tahu wajah pun
kami belum. Hingga akhirnya aku lulus dan memperoleh gelar sarjanaku, aku belum
pernah bertemu dengannya.
Awalnya
kami memulai perkenalan saat kami dikenalkan oleh temanku yang juga mengenal
dirinya. Itupun hanya bertukar nomor handphone. Aku bilang ke temanku agar
meminta izin dulu kepadanya sebelum memberikan nomor handphonenya kepadaku agar
tidak terjadi kesalahpahaman. Jujur aku baru kali ini mengenal seseorang hanya
lewat media tanpa tahu sosoknya.
Aku
memberanikan diri menulis kata demi kata untuk membuka pembicaraan melalui
pesan singkat. Aku bingung, sangat bingung. Kata sapaan seperti apa yang
seharusnya aku tulis. Aku ingin terlihat sopan. Setidaknya hal ini bisa menjadi
kesan buatnya.
Akhirnya,
setelah lama menulis, menghapus lalu menulis lagi. Aku dapati satu kalimat yang
cocok bagiku untuk kukirimkan padanya.
“Namaku
Bagas”.
Bersambung...
0 Responses to "Satu Hari Saat Aku Bersamamu"
Posting Komentar