ketidaksadaranku mengenalmu. Menyayangimu. Lebih dari
mencintai diriku.
Aku berlari dalam rengkuhmu. Denyut jantung berdegub.
Kencang. Kencang. Dan semakin kencang.
Ah, jantungku masih hidup. Syukur ku ucapkan.
Sungguh, dengan begitupun ku dapat melihtmu. Mengauramu
bagai obat jiwaku. Meski kau tak pernah menampakkan perwujudanmu. Aku tetap
mencintaimu. Lebih dari diriku. Mencintai diriku.
Laut rindu bersemayam dalam kalbu. Aku merasakannya.
Bagai padang merindu hujan. Bagai punuk merindu rembulan. Bagai rumi merindu
sang guru.
Ohh, wahai hati yang bergoyang. Aku tak dapat menyentuhmu.
Bahkan kau tak mau ikuti keinginanku. Betapa aku sungguh merindumu. Dalam
nestapa, lara, duka, dan bahagia.
Engkaulah yang telah mengatur segala. Atas segala daya
upaya. Atas keinginan hatiku. Atas semua kejadian alam duniaku. Sungguh,
engkaulah yang telah mengatur semuanya. Berkolaborasi menjadi satu. Langit
atapku. Bumi tempat pijakku. Mentari menjadi sinar pagiku. Dan rembulan
penghias malam. Semua satu. Menjadi begitu indah. Menjadi sebuah makna.
Aku telah lama merindu. Dalam dekap malam, ku untaikan
senandung pujian syahdu. Atas jiwaku yang peluh. Sungguh, aku begitu merindumu.
Kelembutanmu dalam haru pilu. Kehangatanmu pada hati yang beku. Sungguh, ku
amat merindumu.
Aku ingin bertemu denganmu. Bertemu dalam haru bahagia.
Dalam sebuah keindahan taman surga. Dalam kenikmatan yang tiada tara. Aku hanya
ingin bertemu denganmu dalam bahagia. Bukan siksa.
Selama aku merindu, senantiasa ku sebut namamu. Dalam
tidurku, lelahku, riangku juga bahagiaku. Hanya kau yang menjadi pengisi
kalbuku. Hanya kau yang ada dalam diriku. Menyatu bak garam dan air dalam
lautan.
Ahh, sebesar itukah aku mengingatmu. Sepandai itukah aku
menyimpan namamu. Seelok itukah aku bisa mennyatu denganmu.
Tidak, tidak, tidak…
Kau terlampau suci untuk dijamah. Tanganku tak mampu menyentuh
meski hanya ujung jarimu. Kau terlalu indah untuk dilihat, hingga mata ii tak
sanggup menangkapnya.
Arrgghhh…. Dasar. Dasar diriku kurang ajar. Aku bukanlah
manusia suci. Setan masih seing menginjak-injak hatiku. Otakku disetirnya.
Logikaku dipermainkannya. Hingga akhirnya aku tersesat. Jauh, jauh, nun semakin
jauh di sana.
Kau tahu. Aku seringkali mempekerjakan tanganku untuk
nafsu. Sepuluh jari tak berdosa yang senantiasa ku paksa bekerja. Memang tidak
pada semestinya. Ku buat ia memukul para kekasihmu. Karena aku cemburu. Aku
cemburu melihatnya begitu dekat denganmu. Aku cemburu ada hati lain yang ingin
memilikimu. Aku tak kuasa melihat diriku yang tak mampu menjadi kekasihmu yang
paling utama. Kekasih di atas kekasih. Lebih dari kau mencintai mereka. Untuk
diriku.
Aku siapa? Sedikit pun tak ada yang ku lakukan. Hari ini
baik. Esok belum tentu. Hari ini rajin bekerja. Mempekerjakan semua anggota
tubuh. Hanya untuk mengharapkan cintamu. Hanya ingin aku saja yang kau cintai.
Aku saja yang kau kasihani. Dan aku saja yang ada di sisimu.
Lihatlah!!! Sekarang kau tahu betapa egoisnya diriku. Aku
tak ingin ada orang lain yang memilikimu. Kau hanya milikku seorang. Dan aku
adalah kekasihmu. Satu-satunya kekasihmu. Jika memang aku belum pantas. Aku
belum layak. Untuk disebut sebagai kekasihmu. Ajari aku. Bimbing aku. Dan
tunjuki jalanmu. Agar aku bisa menjadi kekasihmu. Hanya kekasihmu saja.
Aku, kini sunguh merindu akan hadirmu. Dalam tidur dan
bangunku. Sungguh, aku begitu merindumu. Izinkan aku bisa bertemu denganmu
kelak. Dalam suasana bahagia. Di taman surga yang indah.
Malang, 9 Septeber 2012, 00.25 WIB
0 Responses to "Kekasih Kecil Tuhan"
Posting Komentar