Lembar
komunikasi Bahasa dan Sastra Indonesia
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
Jl. Dr. Sutomo
16 Telp. (0274) 513129 Yogyakarta
Disusun oleh
Agustinus Suyoto
I. PENGERTIAN
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata
bahasa Yunani poites, yang berarti
pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun,
menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata
tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut
syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan
(Sitomorang, 1980:10).
Menurut Vicil C. Coulter,
kata poet berasal dari kata bahasa
Gerik yang berarti membuat, mencipta. Dalam bahasa Gerik, kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka
pada dewa-dewa. Dia adalah orang yang mempunyai penglihatan yang tajam, orang
suci, yang sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak
kebenaran yang tersembunyi (Situmorang, 1980:10)).
Ada beberapa pengertian
lain.
a.
Menurut
Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
b.
Putu
Arya Tirtawirya (1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara
implisit, samar dengan makna yang tersirat di mana kata-katanya condong pada
makna konotatif.
c.
Ralph
Waldo Emerson (Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak
mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.
d.
William
Wordsworth (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah peluapan yang
spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya, memperoleh asalnya dari emosi
atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam kedamaian.
e.
Percy
Byssche Shelly (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah rekaman dari
saat-saat yang paling baik dan paling senang dari pikiran-pikiran yang paling
senang.
f.
Watt-Dunton
(Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang
bersifat artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
g.
Lescelles
Abercrombie (Sitomurang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari
pengalaman imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau
pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang
mempergunakan setiap rencana yang matang serta bermanfaat.
II.
PERBEDAAN PUISI DAN PROSA
HB. Jassin (1953:54)
mengatakan bahwa untuk mendefinisikan puisi, puisi itu harus dikaitkan dengan
definisi prosa. Prosa merupakan pengucapan dengan pikiran, sedangkan puisi
merupakan pengucapan dengan perasaan.
Rahmanto dan Dick Hartoko
(1986) mengatakan bahwa puisi merupakan lawan terhadap prosa. Ungkapan bahasa
yang terikat (puisi), lawan ungkapan bahasa yang tidak terikat (prosa).
Keterikatan oleh paralelisme, metrum, rima, pola bunyi, dsb. Pada sastra modern
perbedaan puisi dan prosa sangat kabur.
Luxemburg (1992) mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan teks puisi adalah teks-teks monolog yang isinya
tidak pertama-tama merupakan sebuah alur. Selain itu teks puisi bercirikan
penyajian tipografik tertentu. Tipografik ini merupakan ciri yang paling
menonjol dalam puisi. Apabila kita melihat teks yang barisnya tidak selesai
secara otomatis kita menganggap bahwa teks tersebut merupakan teks puisi.
Rachmad Djoko Pradopo (1987)
mengatakan bahwa dewasa ini orang mengalami kesulitan dalam membedakan puisi
dan prosa hanya dari bentuk visualnya sebagai sebuah karya tertulis.
Sampai-sampai sekarang ini dikatakan bahwa niat pembacalah yang menjadi ciri
sastra utama.
Alterbern (dalam Pradopo,
1987) mengatakan bahwa puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat
penafsiran dalam bahasa berirama. Ada tiga unsur pokok dalam puisi yaitu
pemikiran/ide/emosi, bentuk, dan kesan. Jadi puisi mengekspresikan pemikiran
yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam
susunan bahasa yang berirama.
Slametmulyana (1956:112)
mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan
prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah
kesatuan akustis. Kedua puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut baris
sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga di dalam
baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan
bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan
aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses
penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi).
Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara
menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada
sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat
sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang bersifat
naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi
menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu
secara langsung.
III. UNSUR-UNSUR PEMBENTUK PUISI
Ada beberapa pendapat
tentang unsur-unsur pembentuk puisi. Salah satunya adalah pendapat I.A.
Richard. Dia membedakan dua hal penting yang membangun sebuah puisi yaitu
hakikat puisi (the nature of poetry),
dan metode puisi (the method of poetry).
Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu
1.
Sense
(tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok
persoalan (subyek matter) yang
dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh
pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus
menebak atau mencari-cari, menafsirkan).
2.
Feling
(rasa)
Feeling adalah sikap penyair
terhadap pokok persoalan yang dikemukakan dalam puisinya. Setiap penyair
mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan.
3.
Tone
(nada)
Yang dimaksud tone adalah
sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap
pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif.
4.
Intention
(tujuan)
Intention adalah tujuan
penyair dalam menciptakan puisi tersebut. Walaupun kadang-kadang tujuan
tersebut tidak disadari, semua orang pasti mempunyai tujuan dalam karyanya.
Tujuan atau amanat ini bergantung pada pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup,
dan keyakinan yang dianut penyair
Untuk mencapai maksud
tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana. Sarana-sarana tersebutlah yang
disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari
1.
Diction
(diksi)
Diksi adalah pilihan atau
pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat mungkin.
Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata yang bermakna denotatif maupun
konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya benar-benar mendukung maksud
puisinya.
2.
Imageri
(imaji, daya bayang)
Yang dimaksud imageri adalah
kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca untuk
terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Maka penyair
menggunakan segenap kemampuan imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya
dalam membuat puisi.
Imaji disebut juga citraan,
atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara lain
- citra penglihatan, yaitu citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan
- Citra pendengaran, yaitu citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran
- Citra penciuman dan pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman dan pencecapan
- Citra intelektual, yaitu citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran.
- Citra gerak, yaitu citraan yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak.
- Citra lingkungan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran selingkungan
- Citra kesedihan, yaitu citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan
3.
The
concrete word (kata-kata kongkret)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang
jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang
berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Slametmulyana
menyebutnya sebagai kata berjiwa, yaitu kata-kata yang telah dipergunakan oleh
penyair, yang artinya tidak sama dengan kamus.
4.
Figurative
language (gaya bahasa)
Adalah cara yang
dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imaji dengan
menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan sebagainya.
Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
- perbandingan (simile), yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, umpama, laksana, dll.
- Metafora, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata pembanding.
- Perumpamaan epos (epic simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-turut.
- Personifikasi, ialah kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda mati dapat berbuat dan berpikir seperti manusia.
- Metonimia, yaitu kiasan pengganti nama.
- Sinekdoke, yaitu bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
- Allegori, ialah cerita kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.
5.
Rhythm
dan rima (irama dan sajak)
Irama ialah pergantian turun
naik, panjang pendek, keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama
dibedakan menjadi dua,
- metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu.
- Ritme, yaitu irama yang disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur.
Irama menyebabkan aliran
perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan
bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk
tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga,
- dinamik, yaitu tyekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
- Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara.
- Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.
Rima adalah persamaam bunyi
dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, yang mampu
menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula
bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam ini disebut cacophony.
Berdasarkan jenisnya,
persajakan dibedakan menjadi
- rima sempurna, yaitu persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
- Rima tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
- Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata sebunyi)
- Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
- Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
- Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang berlainan.
- Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
- Rima disonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan letaknya, rima
dibedakan
- rima awal, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
- Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
- Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
- Rima tegak yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal
- Rima datar yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
- Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
- Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat, larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
- Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
- Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
- Rima kembar/berpasangan, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
- Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
Pendapat lain dikemukakan
oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini mengatakan bahwa sebenarnya karya
sastra (termasuk puisi) merupakan struktur yang terdiri dari beberapa lapis norma.
Lapis norma tersebut adalah
1.
Lapis
bunyi (sound stratum)
2.
Lapis
arti (units of meaning)
3.
Lapis
obyek yang dikemukakan atau “dunia ciptaan”
- Lapis implisit
- Lapis metafisika (metaphysical qualities)
IV. PARAFRASE
PUISI
Yang dimaksud parafrase
adalah mengubah puisi menjadi bentuk
sastra lain (prosa). Hal itu berarti bahwa puisi yang tunduk pada aturan-aturan
puisi diubah menjadi prosa yang tunduk pada aturan-aturan prosa tanpa mengubah
isi puisi tersebut.
Perlu diketahui bahwa
parafrase merupakan metode memahami puisi, bukan metode membuat karya sastra.
Dengan demikian, memparafrasekan puisi tetap dalam kerangka upaya memahami
puisi.
Ada dua metode parafrase puisi, yaitu
a.
Parafrase
terikat, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan cara menambahkan sejumlah
kata pada puisi sehingga kalimat-kalimat puisi mudah dipahami. Seluruh kata
dalam puisi masih tetap digunakan dalam parafrase tersebut.
b.
Parafrase
bebas, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata
yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan. Setelah
kita membaca puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan, kemudian
menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.
V. LEMBAR KEGIATAN SISWA
LATIHAN I
PERTANYAAN
a.
Citraan
apa yang dominan dalam penggalan puisi di bawah ini!
b.
Gaya
bahasa apakah yang dominan dalam penggalan puisi di bawah ini!
c.
Rima
jenis manakah yang terdapat dalam penggalan puisi di bawah ini!
d.
Bagaimanakah
feeling dalam penggalan puisi di bawah ini?
e.
Bagaimanakah
tone dalam penggalan puisi di bawah ini?
f.
Apakah
pokok persoalan yang ingin dikemukakan pengarang dalam penggalan puisi di bawah
ini?
PENGGALAN PUISI
1.
laksana
bintang berkilat cahaya,
di atas langit hitam kelam,
sinar berkilau cahya matamu,
menembus aku ke jiwa dalam
(Sebagai Dahulu, Aoh Kartahadimadja)
2.
Dua
puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguapkan bau tanah
(Nyanyian Suto untuk Fatima, Rendra)
3.
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
Menyinggung muram, desir
hari lari benerang
Menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak
Dan kini, tanah, air tidur,
hilang ombak
(Senja di Pelabuhan Kecil, Chairil Anwar)
4.
Betsyku
bersih dan putih sekali
Lunak dan halus bagaikan
karet busa.
Rambutnya merah tergerai
Bagai berkas benang-benang
rayon warna emas.
Dan kakinya sempurna
Singsat dan licin
Bagaikan ikan salmon
(Rick dari Corona, Rendra)
5.
Engkau
ibarat kolam di tengah-tengah belukar
Berteriak-teriak tenang
Membiarkan nyiur sepasang
Berderminkan diri ke dalam
Airmu …
(Engkau, Walujati)
6.
Aku
sudah saksikan
Senja kekecewaan dan putus
asa yang bikin tuhan Juga turut tersedu
Membekukan berpuluh nabi,
hilang mimpi dalam kuburnya.
(Fragment, Chairil Anwar)
7.
Seruling
di pasir tipis, merdu
Antara gundukan pepohonan
pina
Tembang menggema di dua kaki
Burangrang –
Tangkaubanperahu
(Tanah Kelahiran, Ramadhan KH)
8.
Tetapi
istriku terus berbiak
Seperti rumput di pekarangan
mereka
Seperti lumut di tembok
mereka
Seperti cendawan di roti
mereka
Sebab bumu hitam milik kami.
Tambang intan milik kami
Gunung natal milik kami
(Afrika
Selatan, Subagio Sastrowardjoyo)
9.
Sepi
menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerlu
lagu
Menarik menari seluruh aku
(Sajak
Putih, Chairil Anwar)
10.
Maka
dalam blingsatan
Ia
bertingkah bagai gorilla
Gorilla
tua yang bongkok
Meraung-raung
Sembari jari-jari galak di
gitarnya
Mencakar dan mencakar
Menggaruki rasa gatal di
sukmanya
(Blues Untuk Bonnie, Rendra)
LATIHAN II
1.
Parafraseikan
puisi berikut ini dengan metode parafrase terikat!
2.
Parafrasekan
puisi berikut ini dengan metode parafrase bebas!
CERITA BUAT
DIEN TAMAELA
(Chairil
Anwar)
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
Beta Pattirajawane
Kikisan laut
Berdarah laut.
Beta Pattirajawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan.
Beta pattirajawane, menjaga hutan pala.
Beta api di panta. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.
Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.
Mari menari!
Mari beria!
Mari berlupa!
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin
pala mati, gadis kaku
Beta kirim datu-datu!
Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau …
Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.
BALADA TERBUNUHNYA ATMO KARPO
(WS Rendra)
Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di
pucuk-pucuk para
Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang
diburu
Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepung hutan itu
Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri
Satu demi satu yang maju terhadap darahnya
Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.
---Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa.
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa.
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang.
---Joko Pandan! Di mana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Bedah perutnya atapi masih setan ia
Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
Joko Pandan! Di manakah ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
Segala menyibak bagi reapnya kuda hitam
Ridla dada bagi derinya dendam yang tiba.
Pada langkah pertama keduanya sama baja.
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak
angsoka.
Malam bagai
kedok hutan bopeng oleh luka
Pesta abulan, sorak sorai, anggur darah
Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya.